Total Pageviews

Tuesday, October 18, 2011

Tidak sedikit kesalahan dan kelalaian dalam mendidik
anak telah menjadi fenomena yang nyata.Anak
adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Maka, kita
sebagai orang tua bertanggung jawab terhadap
amanah ini. Adapun rumah, adalah sekolah pertama bagi anak.
Kumpulan dari beberapa rumah itu akan membentuk
sebuah bangunan masyarakat. Bagi seorang anak,
sebelum mendapatkan pendidikan di sekolah dan
masyarakat, ia akan mendapatkan pendidikan di
rumah dan keluarganya. Ia merupakan prototype kedua orang tuanya dalam berinteraksi sosial. Oleh
karena itu, disinilah peran dan tanggung jawab orang
tua, dituntut untuk tidak lalai dalam mendidik anak-
anak. BAHAYA LALAI DALAM MENDIDIK ANAK
Orang tua memiliki hak yang wajib dilaksanakan oleh
anak-anaknya. Demikian pula anak, juga mempunyai
hak yang wajib dipikul oleh kedua orang tuanya.
Disamping Allah memerintahkan kita untuk berbakti
kepada kedua orang tua. Allah juga memerintahkan kita untuk berbuat baik (ihsan) kepada anak-anak
serta bersungguh-sungguh dalam mendidiknya.
Demikian ini termasuk bagian dari menunaikan
amanah Allah. Sebaliknya, melalaikan hak-hak
mereka termasuk perbuatan khianat terhadap
amanah Allah. Banyak nash-nash syar’i yang mengisyaratkannya. Allah berfirman. “Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimanya” [An-Nisa : 58] “Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhamamd) dan
(juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui” [Al-Anfal : 27] Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Artinya : Setiap kalian adalah pemimpin dan akan
diminta pertanggung jawaban terhadap yang
dipimpin. Maka, seorang imam adalah pemimpin dan
bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya.
Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya
dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari] “Artinya : Barangsiapa diberi amanah oleh Allah
untuk memimpin lalu ia mati (sedangkan pada) hari
kematiannya dalam keadaan mengkhianati
amanahnya itu, niscaya Allah mengharamkan sorga
bagianya” [Hadits Riwayat Al-Bukhari] SEPULUH KESALAHAN DALAM MEDIDIK ANAK
Meskipun banyak orang tua yang mengetahui, bahwa
mendidik anak merupakan tanggung jawab yang
besar, tetapi masih banyak orang tua yang lalai dan
menganggap remeh masalah ini. Sehingga
mengabaikan masalah pendidikan anak ini, sedikitpun tidak menaruh perhatian terhadap perkembangan
anak-anaknya. Baru kemudian, ketika anak-anak berbuat durhaka,
melawan orang tua, atau menyimpang dari aturan
agama dan tatanan sosial, banyak orang tua mulai
kebakaran jenggot atau justru menyalahkan anaknya.
Tragisnya, banyak yang tidak sadar, bahwa
sebenarnya orang tuanyalah yang menjadi penyebab utama munculnya sikap durhaka itu. Lalai atau salah dalam mendidik anak itu bermacam-
macam bentuknya ; yang tanpa kita sadari memberi
andil munculnya sikap durhaka kepada orang tua,
maupun kenakalan remaja. Berikut ini sepuluh bentuk kesalahan yang sering
dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-
anaknya. [1]. Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak
Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti
mereka agar berhenti menangis. Kita takuti mereka
dengan gambaran hantu, jin, suara angin dan lain-lain.
Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang
penakut : Takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakuti.
Misalnya takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur
sendiri karena seringnya mendengar cerita-cerita
tentang hantu, jin dan lain-lain. Dan yang paling parah tanpa disadari, kita telah
menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau
misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada
darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal
semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan
senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakut-nakutinya, menampar
wajahnya, atau memarahinya serta membesar-
besarkan masalah. Akibatnya, anak-anak semakin
keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut
apabila melihat darah atau merasa sakit. [2]. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah,
Congkak Terhadap Orang Lain. Dan Itu Dianggap
Sebagai Sikap Pemberani.
Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama.
Yang benar ialah bersikap tengah-tengah, tidak
berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak
kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras
tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu
itu harus ditakuti. Misalnya : takut berbohong, karena
ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka
berbohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk
berani dan tidak takut dalam mengamalkan
kebenaran. [3]. Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-foya,
Bermewah-mewah Dan Sombong.
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi
anak yang suka kemewahan, suka bersenang-
senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak
peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh sikap
istiqomah dalam bersikap zuhud di dunia,
membinasakah muru’ah (harga diri) dan kebenaran. [4]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak
Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap
yang diinginkan anaknya, tanpa memikirkan baik dan
buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang
diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai
dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru
sebulan yang lalu orang tua membelikannya tas baru.
Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang.
Kalau anak terbiasa terpenuhi segala permintaanya,
maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak
peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang tidak bisa
membelanjakan uangnya dengan baik. [5]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak, Ketika
Menangis, Terutama Anak Yang Masih Kecil.
Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta
sesuatu. Jika kita menolaknya karena suatu alasan, ia
akan memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu
menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi permintaannya karena kasihan atau agar
anak segera berhenti menangis. Hal ini dapat
menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng
dan tidak punya jati diri. [6]. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi
Mereka, Melebihi Batas Kewajaran.
Misalnya dengan memukul mereka hingga memar,
memarahinya dengan bentakan dan cacian, ataupun
dengan cara-cara keras lainnya. Ini kadang terjadi
ketika sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya. [7]. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas
Kewajaran
Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-
anaknya, hingga anak-anaknya merasa kurang
terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya mendorong
anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan bebagai cara. Misalnya : dengan mencuri, meminta-
minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang
lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan
anaknya ke panti asuhan untuk mengurangi beban
dirinya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya,
karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Naa’udzubillah mindzalik [8]. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka,
Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih Sayang
Diluar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya.
Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah
menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam
pergaulan bebas –waiyadzubillah-. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat
perhatian dari keluarganya ia mencari perhatian dari
laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa
senang mendapatkan perhatian dari laki-laki itu,
karena sering memujinya, merayu dan sebagainya.
Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu. [9]. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya
Saja.
Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah
memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Banyak orang tua merasa telah memberikan
pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang
berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk
mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar
serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak
tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga
membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Bila kasih sayang tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia akan
mencarinya dari orang lain. [10]. Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-
Anaknya
Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka
baik kepada anak-anaknya. Menyangka, bila anak-
anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada
yang dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman dekat anaknya,
atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada
anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya
terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya
terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget.
Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa hanyalan
penyesalan tak berguna.

Sumber:myquran.org

No comments:

Post a Comment