Total Pageviews

Friday, August 19, 2011

MENCARI KETENANGAN BATHIN

Saya merasa masih amat belia dan bau
kencur menguak tabir rahasia zikir. Selain
pengetahuan agama yang minus, juga karena
praktik mujahadah dan riyadlah yang masih
lemah. Andaikan saya menuangkan secuil
inspirasi saya tentang makna zikir, pasti itu bukan berangkat dari pengalaman ruhani,
namun cuma sebatas penjajakan oleh tongkat
bernama rasio atau logika.
Meski demikian, saya harus menuangkan
inspirasi mendesak soal zikir ini guna
membabarkan sudut pandang saya tentang zikir merujuk pada beragam paparan yang
pernah saya dengarkan. Jadi, andaikan
saudara pembaca menangkap pelajaran dari
artikel yang amat sederhana ini, semoga
bisa menitipkan endapan positif di kalbu.
Namun, jika ada kotoran yang menetes dari setiap tulisan ini, tolong direnungkan terlebih
dahulu, di-delete, kemudian singkirkan dari
ruang batin. Saya akan mengurai tentang zikir dan efek
yang dihadirkan saat berzikir. Dan mengapa
orang masih belum merasakan ketenangan
di saat berzikir? Saya berusaha mengurai
soal tersebut, semoga menghadirkan
penyegaran ke dalam batin. Hidup tidak tenang karena tak dihiasi dzikir.
Ada orang yang berzikir akan tetapi tidak
bisa menyerap ketenangan batin. Lisan
melantunkan zikir, ya mungkin hatinya
belum berzikir. Jika hati belum menghayati
zikir yang syahdu disertai pemahaman terhadap makna yang terkandung dalam
zikir, ketenangan batin sulit berkunjung ke
ruang batin ini. Zikir, selaras dengan
maknanya, ingat. Ingat disini berarti sadar.
Sadar inilah yang membuat kita bisa
menikmati setiap momen kehidupan ini. Sadar berada di sentrum diri kita, yakni hati.
Zikir hanya bisa mengundang ketenangan,
bila telah dihayati dengan hati. Kita perlu
menghayati proses zikir, tanpa memedulikan
segala hal selain kalimat dan makna dari
zikir tersebut. Jika kita bisa menghayati zikir dengan
sungguh-sungguh, berkat pertolongan Allah,
perlahan-lahan kita akan merasakan
kehadiran Allah, dan melepaskan seluruh
ikatan-ikatan duniawi yang membonsai
pikiran kita. Di saat seluruh kesadaran duniawi telah berganti dengan kesadaran
ilahi, niscaya air ketenangan akan mengalir
ke dalam jiwa kita. Namun, jika ikatan
duniawi masih menyatroni pikiran dan hati
justru ketenangan tidak akan mengalir ke
dalam hati ini. Lupakan seluruh masalah duniawi yang menggelisahkan hati,
membuka pikiran negatif, atau hanya
menurunkan kesedihan, dan alihkan
perhatian kita hanya mengingat Allah SWT.
Ingatan pada Allah semoga bisa menelan
seluruh ingatan-ingatan yang semu yang hanya mengundang kegelisahan tersebut, tak
pelak bibit ketenangan bersemi dan
menyembul dari hati kita. Hati kita hanya memiliki satu wajah, ketika
menghadap pada sesuatu maka melupakan
suatu yang lain. Ketika hati kita menengadah
pada kemilau duniawi, niscaya akan
berpaling dari Allah SWT. Dan ketika hati kita
menghadap pada Allah, niscaya akan berpaling dari duniawi. Karena itu, saat kita
berzikir menghadapkan hati kita sepenuhnya
pada Allah. Ketika sentrum kesadaran ini
dipenuhi ingatan pada Allah SWT, itulah
momen ketenangan bakal diraih. Ketika kesadaran pribadi telah dihiasi
ingatan pada Allah, niscaya dia akan terampil
merespons segala hal yang terjadi dengan
tenang lantaran menganggapnya sebagai
anugerah dari Allah SWT. Setiap kejadian
yang menimpanya dipandang menjadi instrument dari Allah guna mengungkit
potensi yang bersemayam dalam dirinya.
Ketika memeroleh anugerah berupa nikmat,
maka dia menganggapnya sebagai lahan
pengungkit potensi syukur. Ketika tertimpa
musibah, dia menganggap sebagai lahan pengungkit potensi sabar. Ketika dia
merespons kenyataan masa lalu dipandang
sebagai lahan mengungkit potensi ridha. Dan
ketika dia harus menatap masa depan yang
penuh misteri, dipandang sebagai jalan
pengungkit potensi tawakkal. Perlahan- lahan, dia akan menggapai pada respons
tertinggi yakni bersyukur di setiap keadaan.
Wallahu A’lam Bis Showaab.

1 comment:

  1. alaa bidzikri llaahi tathmainnul quluub...
    (hanya dengan mengingat Allah maka hati akan menjadi tenang)
    Wallohu 'alam bish showab.....

    ReplyDelete